Pornography Laws

Sep 16th, 2008, in News, by

The proposed Pornography law is to be passed next week, and grumblings from Bali.

The proposed anti-pornography law, which once was called

RUU Anti-Pornografi & Pornoaksi (RUU APP)

but later changed to

RUU Anti-Pornografi

and now just

RUU Pornografi

has been in the committee stage of deliberation for over two years, but is now likely to be passed into law on September 23rd, as, some of its supporters say, a Ramadan gift for Muslims. jakartapost

The bill is primarily supported by:

  • Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
  • Partai Demokrat

Most other parties generally support it while two are entirely opposed and have walked out of the deliberation sessions on the bill in protest, they being:

  • PDI Perjuangan (PDI-P)
  • Partai Damai Sejahtera (PDS)

Agus Sasongko of the PDI-P says his party has washed its hands of the bill and will not be held responsible for it, while Tiurlan Hutagaol of the PDS says the bill threatens to bring on the disintegration of the nation, because it leaves much unclear and if it is enforced in the wrong way. kompas

Mahfudz Siddiq of the PKS says however that the bill is much less controversial now and is mainly focused on dealing with the pornography industry and on protecting children, and is much less concerned with “pornoaksi“, – public morality or public indecency. detik

Much of the opposition comes from non-Muslim parts of the country, especially Bali, where Made Sudira, a columnist, thunders beritabali

It’s a stupid law, why do they want to legislate on morals, why do they want to blame women, is it a crime to have a vagina?

The Governor of Bali, Made Mangku Pastika, says the opposition to the bill in Bali has been continual since 2006, and he firmly rejects the proposed law. surya

The Pornography bill was passed into law on October 30th. Two parties, PDI Perjuangan (PDI-P) and Partai Damai Sejahtera (PDS) staged a walk out at voting time, while the Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) finally agreed to support the bill, with reservations.

Here is the full draft of the bill –

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PORNOGRAFI

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1.Pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat.

2.Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang disediakan oleh orang perseorangan atau korporasi melalui pertunjukan langsung, televisi kabel, televisi teresterial, radio, telepon, internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar, majalah, dan barang cetakan lainnya.

3.Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

4.Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun.

5.Pemerintah adalah Pemerintah Pusat yang dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

6.Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Pasal 2
Pengaturan pornografi berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan, kebhinnekaan, kepastian hukum, nondiskriminasi, dan perlindungan terhadap warga negara.

Pasal 3
Pengaturan pornografi bertujuan:
a.mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan;

b.memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat;

c.memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari pornografi, terutama bagi anak dan perempuan; dan
d.mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat.

BAB II
LARANGAN DAN PEMBATASAN

Pasal 4
(1) Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang memuat:

e.persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;

f.kekerasan seksual;

g.masturbasi atau onani;

h.ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; atau

i.alat kelamin.

(2) Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang:

a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;

b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin;

c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau
d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual.

Pasal 5
Setiap orang dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).

Pasal 6
Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan.

Pasal 7
Setiap orang dilarang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

Pasal 8
Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi.

Pasal 9
Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi.

Pasal 10
Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya.

Pasal 11
Setiap orang dilarang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, atau Pasal 10.

Pasal 12
Setiap orang dilarang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi.

Pasal 13
(1) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang memuat selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib mendasarkan pada peraturan perundang-undangan.

(2) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan di tempat dan dengan cara khusus.

Pasal 14
Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi seksualitas dapat dilakukan untuk kepentingan dan memiliki nilai:
a.seni dan budaya;
b.adat istiadat; dan
c.ritual tradisional.

Pasal 15
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan produk pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan dan pelayanan kesehatan dan pelaksanaan ketentuan Pasal 13 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB III
PERLINDUNGAN ANAK

Pasal 16
Setiap orang berkewajiban melindungi anak dari pengaruh pornografi dan mencegah akses anak terhadap informasi pornografi.

Pasal 17
1) Pemerintah, lembaga sosial, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, keluarga, dan/atau masyarakat berkewajiban memberikan pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental bagi setiap anak yang menjadi korban atau pelaku pornografi.

2) Ketentuan mengenai pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IV
PENCEGAHAN

Bagian Kesatu
Peran Pemerintah

Pasal 18
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Pasal 19
Untuk melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah berwenang:
a.melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet;

b.melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi; dan

c.melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dari dalam maupun dari luar negeri, dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Pasal 20
Untuk melakukan upaya pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah Daerah berwenang:

a.melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet di wilayahnya;

b.melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya;

c.melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya; dan

d.mengembangkan sistem komunikasi, informasi, dan edukasi dalam rangka pencegahan pornografi di wilayahnya.

Bagian Kedua
Peran Serta Masyarakat

Pasal 21
Masyarakat dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Pasal 22
(1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dapat dilakukan dengan cara:

a.melaporkan pelanggaran Undang-Undang ini;

b.melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan;

c.melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pornografi; dan

d.melakukan pembinaan kepada masyarakat terhadap bahaya dan dampak pornografi.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan secara bertanggung jawab dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 23
Masyarakat yang melaporkan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a berhak mendapat perlindungan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

BAB V
PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN

Pasal 24
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap pelanggaran pornografi dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

Pasal 25
Di samping alat bukti sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, termasuk juga alat bukti dalam perkara tindak pidana meliputi tetapi tidak terbatas pada:

a.barang yang memuat tulisan atau gambar dalam bentuk cetakan atau bukan cetakan, baik elektronik, optik, atau bentuk penyimpanan data lainnya; dan

b.data yang tersimpan dalam jaringan internet dan saluran komunikasi lainnya.

Pasal 26
(1) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik berwenang membuka akses, memeriksa, dan membuat salinan data elektronik yang tersimpan dalam fail komputer, jaringan internet, media optik, serta bentuk penyimpanan data elektronik lainnya.

(2) Untuk kepentingan penyidikan, pemilik data, penyimpan data, atau penyedia jasa layanan elektronik berkewajiban menyerahkan dan/atau membuka data elektronik yang diminta penyidik.

(3) Pemilik data, penyimpan data, atau penyedia jasa layanan elektronik setelah menyerahkan dan/atau membuka data elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berhak menerima tanda terima penyerahan atau berita acara pembukaan data elektronik dari penyidik.

Pasal 27
Penyidik membuat berita acara tentang tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan mengirim turunan berita acara tersebut kepada pemilik data, penyimpan data, atau penyedia jasa layanan komunikasi di tempat data tersebut didapatkan.

Pasal 28
(1) Data elektronik yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa dilampirkan dalam berkas perkara.

(2) Data elektronik yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa dapat dimusnahkan atau dihapus.

(3) Penyidik, penuntut umum, dan para pejabat pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib merahasiakan dengan sungguh-sungguh atas kekuatan sumpah jabatan, baik isi maupun informasi data elektronik yang dimusnahkan atau dihapus.

BAB VI
PEMUSNAHAN

Pasal 29
(1) Pemusnahan dilakukan terhadap produk pornografi hasil perampasan.

(2) Pemusnahan produk pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penuntut umum dengan membuat berita acara yang sekurang-kurangnya memuat:
a.nama media cetak dan/atau media elektronik yang menyebarluaskan pornografi;
b.nama, jenis, dan jumlah barang yang dimusnahkan;
c.hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan; dan
d.keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai barang yang dimusnahkan.

BAB VII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 30
Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebar-luaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

Pasal 31
Setiap orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 32
Setiap orang yang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 33
Setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 34
Setiap orang yang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 35
Setiap orang yang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 36
Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

Pasal 37
Setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 38
Setiap orang yang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai obyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dipidana dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37, ditambah 1/3 (sepertiga) dari maksimum ancaman pidananya.

Pasal 39
Setiap orang yang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 40
(1) Dalam hal tindak pidana pornografi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.

(2) Tindak pidana pornografi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang‑orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama‑sama.

(3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.

(4) Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diwakili oleh orang lain.

(5) Hakim dapat memerintahkan pengurus korporasi agar pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.

(6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.

(7) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana dikalikan 3 (tiga) dari pidana denda yang ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini.

Pasal 41
Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (7), korporasi dapat dikenakan pidana tambahan berupa:
a.pembekuan izin usaha;
b.pencabutan izin usaha;
c.perampasan kekayaan hasil tindak pidana; dan/atau
d.pencabutan status badan hukum.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 42
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan setiap orang yang memiliki atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus memusnahkan sendiri atau menyerahkan kepada pihak yang berwajib untuk dimusnahkan.

Pasal 43
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan tindak pidana pornografi dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

Pasal 44
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

PENJELASAN:

Pasal 4
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “persenggamaan yang menyimpang” antara lain persenggamaan atau aktivitas seksual lainnya dengan mayat dan binatang, oral seks, anal seks, lesbian, homoseksual.

Huruf b
Yang dimaksud dengan ”kekerasan seksual” antara lain persenggamaan yang didahului dengan tindakan kekerasan (penganiayaan) atau mencabuli dengan paksaan, pemerkosaan.

Huruf d
Yang dimaksud dengan “mengesankan ketelanjangan” adalah penampakan tubuh dengan menunjukkan ketelanjangan yang menggunakan penutup tubuh yang tembus pandang.

Pasal 5
Yang dimaksud dengan “mengunduh” adalah mengalihkan atau mengambil fail (file) dari sistem teknologi informasi dan komunikasi.

Pasal 6
Yang dimaksud dengan “yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan” misalnya lembaga yang diberi kewenangan menyensor film, lembaga yang mengawasi penyiaran, lembaga penegak hukum, lembaga pelayanan kesehatan atau terapi kesehatan seksual, dan lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan tersebut termasuk pula perpustakaan, laboratorium, dan sarana pendidikan lainnya.

Kegiatan memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan barang pornografi dalam ketentuan ini hanya dapat digunakan di tempat atau lokasi yang disediakan untuk tujuan lembaga dimaksud.

Pasal 10
Yang dimaksud dengan “mempertontonkan diri” adalah perbuatan yang dilakukan atas inisiatif dirinya atau inisiatif orang lain dengan kemauan dan persetujuan dirinya. Yang dimaksud dengan “pornografi lainnya” antara lain kekerasan seksual, masturbasi atau onani.

Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pembuatan” termasuk memproduksi, membuat, memperbanyak, atau menggandakan.

Yang dimaksud dengan “penyebarluasan” termasuk menyebarluaskan, menyiarkan, mengunduh, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, meminjamkan, atau menyediakan.

Yang dimaksud dengan “penggunaan” termasuk memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki atau menyimpan.

Frasa “selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)” dalam ketentuan ini misalnya majalah yang memuat model berpakaian bikini, baju renang, pakaian olahraga pantai, yang digunakan sesuai dengan konteksnya.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “di tempat dan dengan cara khusus” misalnya penempatan yang tidak dapat dijangkau oleh anak-anak atau pengemasan yang tidak menampilkan atau menggambarkan pornografi.

Pasal 14
Yang dimaksud dengan “materi seksualitas” adalah materi yang tidak mengandung unsur yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau tidak melanggar kesusilaan dalam masyarakat, misalnya patung telanjang yang menggambarkan lingga dan yoni.

Pasal 16
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah sedini mungkin pengaruh pornografi terhadap anak dan ketentuan ini menegaskan kembali terkait dengan perlindungan terhadap anak yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak.

Pasal 19
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pemblokiran pornografi melalui internet” adalah pemblokiran barang pornografi atau penyediaan jasa pornografi.

Pasal 20
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pemblokiran pornografi melalui internet” adalah pemblokiran barang pornografi atau penyediaan jasa pornografi.


39 Comments on “Pornography Laws”

  1. Purba Negoro says:

    Thanks- I have submitted it in entirety to IM- hopefully the ever cunning Patung will publish it.

    Should I do a Kawi version in aksara Jawa for the fellow Javanese snobs out there??

    Or shall we continue sneering contentedly as we are?

  2. BabyColor says:

    What the heck, o hwell, yeah guess so, way to go my goverment, don’t hold on and just go on, and then see our country destruction cuz of that stupidly
    Coruption, Rise of Price, and now this, what will happen to our country?

    well, this is just my teory, not sure if it right or not:

    RUU pornografi > No Porn and Hentai allowed > Most of the people who usually mastrubating use porn cannot mastrubating > So Horny > So bored, just hang out w friend in some unknow place > C a girl passing > ATTACK!!!!!!!!!!! > Rape > Gangbang > blablabla > Rape criminal goes up > Those raper will spend their days on jail & the girl got raped, got their honor taken away by unknow guy And those are the vitim of this RUU pornografi, poor fella….

  3. Ary says:

    I agree with Andy, Kiwibali & PN

    I am just wondering what will happen my love country in the next century when the bill is passed by the Parliament ?
    I imagine the people will behave it like a robot????
    My point of view, they will not have a freedom to express their own art, particular, in custom, beliefs, and tradition. While, all of these it make me proud in a multicultural nation society. We have a vast archipelago famous for the diversity of its population,
    that pluralism had been a fact of life in Indonesia for some time.
    Where is a democracy??? in how democracy????? should the personal conduct be regulated by the state?? Should the state involve more deeply to regulate the right of citizen in away freedom of expression???
    In this case, I agree that the Constitution 1945 and Pancasila are needed as a significant fundamental to compromise in a multicultural diversity society.

    Let’s see, the authority, in Tangerang, applied Sharia Law. When women stand in the street wait public transportation, because she went late from her job. In short, eventually the authorities put her in jail four days.????????????

    My view, the government more focus to deal how to encourage in education, economy stabilization, poverty, particular, in corruption, rather than concern in citizens personal conduct rights, it is wasting time and state budget. The education is very important to improve how the citizen would be able to balance in the flow of transformation and information. It is our nation investment for long term.

    Please optimal in areas :
    a. KUHP
    b. UU Pokok Pers
    c. UU Perfilman Nasional
    d. UU Penyiaran
    e. UU Kekerasan dalam Rumah Tangga
    f. UU Perlindungan Anak

    Should we adopt the peerless wisdom of Nasution’s Dwifungsi parliamentary military bloc ‘anymore’ ??????

  4. indobraveheart says:

    I think there are 2 possibilities:

    1. this bill is once again “revived” to veil Indonesia’s poor condition – just like Enigmatic said before

    2. this ridiculous bill is designed and rolled by Islamic puritans to get a significant feedback – whether they could get the public on their side or not … consider it as another way to disguise and inject the sharia system to Indonesian law. I think we’ve got to give them a “clear” feedback and send them back – well, at least to their desks once again …

  5. rara says:

    Since the independence day, 17 August, 1945, we have a fundemental principle, Pancasila and Bhineka Tunggal Ika (unity in diversity).

    So, Mukadimah and Piagam Jakarta are not our fundamental principle in Indonesia.

    Do not change our principle as a guide in multicultural society to the others principles.

  6. Dita says:

    I guess, it will be a better law, if it only focus on preventing children from being ‘exploited’ for sexual means. I think this law is slightly better than the first draft, because it is more specific in a sense. It is more directed to protecting people from pornography than preventing people from doing porno-aksi. However, some part of the UU do need some subjective interpretations(which is bad), like what’s the guidelines of deciding that some art activity is directed for cultural means. Power might play a role in here, that is an artist or organization can bribe police, so their arts can be consider as part of the culture.
    Beside, will censoring itself be that easy? Schools and other educational facilities might able to censor their computers, so children could not access porn materials. But how about at home? Will it be censored as well? I know that some adolescents are very sophisticated with technology (more than their parents), so they might able to find a way to ‘crack’ the censor.

  7. jhon keiya says:

    it’s nice to see you shown the personal comments on this posts,I’d gather more opinions on minds,but not as you images it’s easy to say them one by one,except after already gotten out the approval from other includes you,but it’s free for me to submitting my own ideas,minds,and opinions as own right ,because we known that, everyone have the personal rights that given of god from the moments he was born on doing something freely without the hit of ways in doing such a things aforementioned …………
    here this time I come to posting my own comments by seeing all of yours amplifying my ways of wishing revealed comments in this posts as you’ve done……..
    so,to my mind,opinions,and idea about the pornography laws legalized by governments and soon arranged was for a partial is enable to be scrupulous,because it’s containing any of the important parts of regulations as it was that finally can impressive on us every moments we reads them,and to be specifically understanding them totally………….,but some of them (peoples of Indonesian and governments instances ) was disagree with those above specially to the what things categorized the unlawful laws of those thing above (pornography laws which didn’t have legalizations that containing inappropriate laws managements to the meant constitutions available )
    and for all I think peoples must disagree with the existing spreading out of porn videos,pictures either on internet or through the porn videos (CD and DVD videos collections) available on the peddlers wherever they are ,because on the other hands it’s challenging minds,it will also decreasing our studying concentrations specially for students of Senior High School,I talk like that is because of I’m also the students of a certain senior high school ,that had ever been such things taken places on me since I tried to download to/from internet and watching TV porns by online ,start form that moment I decide to reducing my habits on doing such things over and over,because it’s oppressing me everything I did,that at once I’d remembered it at the midst of my activity,not something only,but each time I did my works that it’s losing to me and ousts the concentrations that I couldn’t at moving my mind’s concentrations in studying or in working easily,nevertheless when I missed them ( the porn videos,CD/DVD, etc )away,I don’t again recollecting them,and it anytime not challenging my minds,studying concentrations,that now starting of wishing commands on others that are being at midst of using,watching,enjoying or having the videos of porn has spreading out ,cause I think that, I’m being at freedom on commands other,because it’s not easy for anyone to do such a things ( to comment others or a things we intended to ) by not observing himself first,that I was also terrifying when i did it by not looking back my self on having own faults, mistakes,includes guilty,cause to comments others is to repairing peoples altitudes or something getting better finally,that it might be done by having a great responsibility first and awareness to perfect them by now wholly or totally ……..etc

    And the ideas of me are as aforementioned above that I’ve talked them one by one,but not so specifically

    I think the agreement of being making ,or have made the rule,laws of pornography may be possible as a reality should to be followed by all peoples regularly in accordance with the decisions either of the prime ministry or governments or other governments meant instances ) who had legalized those things (the pornography laws-but specially for legals law applicable to the situations of those things spreading out freely nowadays which has been generally announced or managed to internet by the meant leaders,etc .
    finally,i guess the chapter and articles wholly or for a partial above arranged that has directly posted was enable that freely to be obeyed by us for its statements and at once as a sign that we are agreed on its availability of existing of pornography laws arranged above on purposes that we are accepting well at once appreciating their law legalizations.

    This might be my terminations of ideas,opinions,minds statements.I sure that I will have more of mistakes within the arrangements. I demanding your critical must be revealed in the ends of you comments for special words faults, miss understanding,for future my own uses on the newest comments posts of me I’m going to do next time ……..
    …………………….
    I’m as a senior High school Student is freely still being open myself on accepting every things from you either good or bad critical will belong to me whenever
    I’m live in Jayapura city at an unknown senior high school which located in PAPUA .I don’t wonder of saying my own school .but finally I’m eager,I’m a student from PGRI senior high school ( now I’m in third grade ,and next year,at the third month will preparing for the national examinations) at Jayapura city – Papua .
    I am delighting to write this, because I like English very much

    THANK YOU !!!

  8. alf says:

    The pornography is situation or conditional in tecnic like a electronoic system.That is always say to look a ppint of view how the pornography can be seen by our society in the world ?
    Like in east culture the pornography has be seen by every sosciety as a phenomenon.Just the liberalisation the efects of that make a new culture to the generation of this wiorld.
    thank’s.

Comment on “Pornography Laws”.

RSS
RSS feed
Email

Copyright Indonesia Matters 2006-2025
Privacy Policy | Terms of Use | Contact