Mencintai Islam

Feb 10th, 2008, in Id, by

Apa Islam itu dan mengapa orang-orang “mencintai”-nya.

Dalam sebuah pembicaraan mengenai Alfarini Endani, barangkali sebagai pembelaan dari ‘awan’ persoalan poligami yang sering memberundung Islam dan dari sulitnya masalah ini untuk dihadapi perempuan Muslim dimanapun, Agnes mengatakan:

I LOVE ISLAM!!!!!

Mencintai agama? Seorang Kristen mungkin mengatakan “I love God” atau “I love Jesus” namun “I love Christianity” merupakan suatu hal yang jauh lebih langka. Google menghasilkan:

Hasil 1-10 dari sekitar 775 untuk “I love Christianity”.

Sedangkan untuk yang lain:

Hasil 1-10 dari sekitar 19,000 untuk “I love Islam”.

Ingat kalau semua hasil tersebut adalah dalam bahasa Inggris, bahasa Nasrani untuk kebanyakan orang tetapi tidak untuk Islam.

Memahami adanya ungkapan “I love Islam” dapat memberitahu banyak tentang sifat dasar Islam dan membantu kita mengerti perkembangan didunia sekarang. Dari bangkitnya Islam militant dan terorisme, amukan karikatur Nabi Muhammad Jyllands-Posten, sampai ke kecendurangan masyarakat Muslim untuk membedakan dirinya dari lingkungan sekitarnya lewat cara mereka berpakaian, dan lain-lain.

Pertama kita perlu mengetahui apa yang kita cintai. Jelasnya bukan Tuhan, karena jika begitu Agnes mestinya sudah mengatakannya. Yang dicintai, yang juga merupakan arti dari Islam, adalah suatu cara hidup, identitas, gaya hidup, sejarah, dan tradisi. Ada pengertian bahwa mereka adalah bagian dari sebuah komunitas di sekeliling dunia, sebuah komunitas yang sangat terpecah dan rawan akan perselisihan dalam, memang, namun juga tetap terikat akan kesatuan umatnya.

Mereka yang mengkritisi Islam sebaiknya memperhatikan hal ini. Mengutip ayat-ayat yang terdengar kejam dari Qur’an adalah usaha yang tidak berguna, karena usaha tersebut tidak menyinggung apa yang menarik orang ke Islam atau apa yang membuatnya tetap terjalin kepadanya. Keuntungan dan kekuatan Islam yang tidak sedikit jarang sekali diperbincangkan.

Masalah yang kita, atau masyarakat Muslim, hadapi sekarang adalah cara hidup mereka, yang merupakan ungkapan lain dari agama mereka, dan dengan begitu, mereka sendiri, sedang berada dibawah tekanan yang luar biasa. Budaya dan masyarakatnya tidak bisa berjalan untuk selamanya, yang lebih lemah dibinasakan oleh yang lebih kuat. Walau hal ini telah terjadi sejak awal sejarah, di zaman sekaranglah penghancuran budaya lama berjalan dengan begitu cepatnya, semua berkat teknologi-teknologi baru yang biasanya disebut globalisasi.

Masa depan berada di Los Angeles, di Shanghai, bukan di “pusat” Islam manapun. Cara hidup tradisional, yang juga bisa dibilang agama itu sendiri, dipegang oleh ratusan juta masyarakat Muslim yang nampaknya tidak bakal selamat dari pergolakan zaman modern, pemilihan yang menang dan yang kalah, dan pertarungan keras untuk kelangsungan ekonomi. Tidak lama lagi, jika belum terjadi sekarang ini, anak-anak di Timur Tengah akan menoleh dari permainan video mereka dan memandang hina terhadap foto-foto kakek nenek yang berbusana ganjil. Terorisme, Taliban, kecenderungan masyarakat Muslim untuk menggarisbawahi perbedaan antara mereka dan dunia sekitarnya adalah tanggapan yang berbeda-beda terhadap pembasmian ini, sebuah protes terakhir, usaha putus asa untuk selamat.

Kembali ke “mencintai Islam”. Cinta dapat ditunjukkan dalam cara yang bermacam-macam, dan mampu terlihat paling nyata saat kita takut kalau hal kecintaan tersebut akan diambil atau meninggalkan kita, sepeti bintang yang terkuat dan terbesar selalu berpijar paling terang saat mereka sekarat.

Artikel ini diterjemahkan oleh Hannah Mulders dari versi bahasa Inggris – I Love Islam.


3 Comments on “Mencintai Islam”

  1. m tasir hidayat says:

    Saya sering mendapat protes tentang mendoakan orang yang sudah meninggal itu tidak ada tuntunan, dan haram hukumnya, karena tidak ada tuntunan, bagaimana yang benar tentang mendokan orang yn hidup dan yang mati sampai apa tidak???

  2. fullmoonflower says:

    Mungkin tepatnya bukan Haram ya… tapi Mubah…
    Mendoakan orang meninggal itu BAIK, tapi bukan kewajiban. Yang sifatnya wajib adalah mendo’akan orang tua kandung/angkat (do’a anak sholeh sebagai bekal pahala bagi orang tua yang sudah meninggal), anak, istri, yang jelas keluarga inti kita. Kalau tetangga, sanak famili jauh, itu BAIK, tapi BUKAN WAJIB. Jadi mungkin lebih tepat kalau dibilang hukumnya Mubah.

    Memang sebaiknya acara-acara 7 hari, 40 hari, 100 hari, dan 1000 hari orang meninggal agak dibatasi ya. Bukan apa-apa. Secara logika : hal ini memberatkan keluarga yang meninggal. Mereka harus menyediakan makanan kecil setiap hari dalam 7 hari, bingkisan makanan (kenduri) dalam setiap hari peringatan, untuk para tamu yang hadir yang biasanya hampir satu RT, bisa lebih dari 30 orang.
    Bayangkan kalau keluarga yang meninggal adalah keluarga yang kurang mampu. Alih-alih orang yang meninggal meninggalkan warisan kepada mereka, bisa jadi yang ditinggalkan adalah hutang-hutang yang menumpuk, eh masih ditambah lagi dengan hutang-hutang keluarga akibat untuk membiayai acara tahlilan yang sebenarnya lebih tepat disebut kenduri karena ada unsur makan-makan disitu.
    Dan setahu saya, ini bersumber dari ajaran agama hindu. Saya kurang tahu pastinya, nanti akan saya tanyakan kepada klien saya yang beragama hindu.

  3. fullmoonflower says:

    Mencintai…

    Cinta itu TIDAK MERUSAK dalam segala hal…
    jadi kalau memang benar-benar mencintai Islam, seharusnya tidak merusak nama baik umat yang beragama Islam dengan melakukan tindakan kekerasan…

Comment on “Mencintai Islam”.

RSS
RSS feed
Email

Copyright Indonesia Matters 2006-2023
Privacy Policy | Terms of Use | Contact