Perlu tidaknya pemerintah memperdulikan fatwa yang dikeluarkan oleh MUI.
Politisi dan Pimpinan Pondok Pesantren Tebu Salahuddin Wahid mengatakan pada tanggal 14 Februari bahwa pemerintah seharusnya tidak memberi kepentingan lebih terhadap fatwa-fatwa yang dikeluarkan MUI.
Negara itu rujukannya UUD 1945 dan undang-undang.
Fatwa terhadap Ahmadiyah dan kemungkinan juga fatwa terhadap sekte-sekte Islam lainnya didasarkan oleh segi pengertian agama tertentu, namun pemerintah tidak perlu merujuk pada MUI, ujarnya.
Adnan Buyung Nasution
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Adnan Buyung Nasution menyatakan bahwa MUI adalah peninggalan susunan Orde Baru, yakni suatu cara untuk mengendalikan masyarakat.
Halaman depan koran Surya.
Sementara itu, nampaknya tidak acuh akan pandangan ini, Ketua Komisi Fatwa MUI Ma’ruf Amin mengatakan banyaknya desakan dari kalangan DPR untuk mengeluarkan fatwa baru, kali ini mengenai Hari Valentine, seperti Anwar Saleh dari Partai Bulan Bintang (PBB) menyatakan:
Jadi, sangat perlu MUI mengeluarkan imbauan.
Ma’ruf berpendapat kalau merayakan Hari Valentine sudah jelas haram, namun ia tidak yakin akan perlunya sebuah fatwa, dan kali ini tidak ada sebutan tentang konspirasi.
Artikel ini diterjemahkan oleh Hannah Mulders dari versi bahasa Inggris – New Order Relics.
Indonesiaku waduh semakin ribet aja, knapa kok bahas yang enggak2…apakah semakin banyak orang pinter jadi makin rumit yaaah…dimanakah letak Indonesia yang menghormati hak dan kewajiban antar sesama, dimana letak ke bhinneka tunggal ikaannya…kenapa masa lalu masih dipermasalahkan, hilangkan saja masa lalu mari kita bangun bersama Indonesia tercinta ini dengan rasa bersama, saling menghormati dan saling menyayangi, tidak usahlah saling menjatuhkan orang lain…
Sampai akhir tahun 2008, menurut KOMNAS HAM, Indonesia telah melakukan sebanyak 4,800 kasus pelanggaran Hak Azasi Manusia.
Maka sebagaimana katanya, baik secara hukum maupun ke bhineka tunggal ikaanya, itu semau tidak akan membantu Indonesia menjadi lebih maju atau lebih baik tetapi semakin mundur dalam pikiran dan ekonomi secara keseluruhan.
Apa itu nggak ribet. Ini adalah semua perbuatan oknum, pejabat dan sebagian uelamas yang memberi tanggapan kepada umum masyarakat bahwa selain orang Muslim, yang lain tidak punya Hak baik pribadi maupun kebebasan agama dan adat.
Kita melihat apa yang dikatakan oleh seorang gubenur Drs Cornelius MH. Mengapa mempersoalkan bangung patung Naga? Itu kan Hak dan adat orang Tionghoa di Kalimantan. Kalau bangun Greja di hancur, bangun mesjid merajalela seenak mereka.
Mana keadilan terhadap suku dan bangsa kalau mereka mengatakan harus menghormati agam lain.
Maka semakin tinggi pendidikan mereka peroleh, otaknya semakin mandek dan selalu memihakkan kepada agama yang dia peroleh tanpa menghiraukan perasaan orang lain.
Jadi kalau gitu mengapa Presiden mengumumkan Imlek sebagai Hari Raya. Umumkan aja setiap hari itu Hari Raya orang Islam kan lebih enak.
Titik akhirnya adalah jika pikiran mereka seperti itu maka juga disebut OTAK DENGKUL.
Copyright Indonesia Matters 2006-2023
Privacy Policy | Terms of Use | Contact
Gak perlu peduli dari perspektif hukum atau legislasi / legislatif!
Isunya adalah apakah pemerintah harus peduli dari perspektif agama, sosial, masyarakat…mungkin harus peduli oleh karena MUI sudah ditempatkan sebagai badan yang memberi pertimbangan dari perspektif agama terhadap isu2 yang dapat diatur oleh pemerintah atau DPR…
Jangan lupa tahun 2009 adalah tahun pemilu…